KBRI Layangkan Surat pada Kemenlu Singapura untuk Menindaklanjuti Penganiayaan TKI Asal Sukolilo Pati

pada Rabu, 04 November 2020
  • Berita Online

WARTAPHOTO.NET. PATI – Melalui Siaran Pers, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura mengatakan bahwa pihaknya telah menyampaikan surat kepada Kementerian Luar Negeri Singapura untuk menindaklanjuti tindakan kekerasan yang dialami Sugiyem (49), warga Dukuh Ledok, Desa/Kecamatan Sukolilo, Pati.

Langkah tersebut diambil setelah KBRI Singapura pada hari Selasa, 3 November 2020 telah menerima laporan resmi dari BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) Semarang, mengenai tindak kekerasan yang dialami Pekerja Migran Indonesia, Sugiyem.

Secara direct hiring, ia berja sejak tahun 2015 melalui Batam. Selama bekerja di Singapura, ia setidaknya telah berpindah bekerja dua kali. KBRI Singapura sudah memberikan Kartu Pekerja Indonesia Singapura kepada Sugiyem pada tahun 2017 agar bisa menghubungi Kantor Perwakilan apabila menghadapi persoalan huhungan kerja. Namun setelah berpindah kerja di tempat kerja yang terakhir, Sugiyem mengaku tidak bisa berkomunikasi karena telepon mobilnya dipegang majikannya.

Sugiyem dikirim kembali ke Indonesia pada 23 Oktober 2020 oleh majikannya dalam kondisi sakit. Ia mengaku kerap kali mendapatkan kekerasan fisik pada kepala, wajah, telinga, punggung, tangan, bahkan mata, dan bagian tubuh lainnya dari majikan, sejak tahun 2019. Akibatnya Sugiyem kini mengalami masalah penglihatan dan pendengaran.

Pihak KBRI sudah memastikan, bahwa alamat majikan yang disebutkan Sugiyem benar adanya. Keberadaan Sugiyem di Singapura adalah legal, atau sudah sesuai ketentuan. Sebagai bentuk pelindungan terhadap Warga Negara Indonesia, KBRI Singapura berupaya  memastikan agar yang bersangkutan mendapatkan keadilan dan hak–haknya.

KBRI telah melaporkannya kepada instansi terkait di Singapura, seperti Ministry of Foreign Affairs (MFA), Ministry of Manpower (MOM), dan Singapore Police Force (SPF) agar kasus yang dialami Sugiyem dapat segera ditindaklanjuti. KBRI juga berkoordinasi erat dengan instansi terkait di Indonesia untuk mendapatkan bukti – bukti kekerasan.

Kondisi Sugiyem di Rumah

Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Pati telah berkunjung ke rumah Sugiyem,  Rabu (4/11/2020) sore. Ia keluar dari kamar dituntun oleh menantu perempuannya. Kedua matanya tampak lebam, pada tangan kanannya terdapat luka bakar.

Wakil Ketua II Bidang Bencana PMI Pati, Sugiyono, mengatakan bahwa kedatangan pihaknya ialah untuk menunjukkan kepedulian mereka pada kondisi Sugiyem. Selain itu ia juga menyalurkan bantuan berupa paket sembako.

“Penyerahan bantuan ini, baik dari PMI maupun Gugus Tugas, meski tidak seberapa, mudah-mudahan bisa sedikit membantu. Kami turut prihatin mendengar keterangan Bu Sugiyem. Mudah-mudahan ada keadilan untuk beliau dan penglihatannya bisa pulih,” harap dia.

Sementara Sugiyem menceritakan, selama bekerja di Singapura sebagai asisten rumah tangga, dirinya bekerja pada dua majikan berbeda. Ia ikut majikan pertama sela empat tahun. “(Majikan) yang pertama, alhamdulillah, maa syaa Allah, baik,” ujar dia.

Pada tahun 2019, ia pindah ke majikan baru. Sugiyem menyebut, selama satu tahun bekerja di majikan barunya, hak gaji selalu dipenuhi. Namun demikian, sang majikan memiliki sifat temperamental dan kasar yang membuatnya tersiksa.

“Awalnya baik, tapi lama-kelamaan bertindak kasar. Pertama cuma marah-marah, tapi lama-lama melakukan kekerasan fisik,” kata dia.

Sugiyem mengaku sering dipukuli, bahkan diseterika. Luka bakar di tangan kanannya ialah bekas seterika. Mengenai luka bekas seterika di tangan kanannya, ia tidak bisa menjelaskan kapan terjadinya. Sebab, ketika itu kedua matanya telah buta, sehingga ia tidak bisa membedakan antara siang atau malam.

“Pagi, siang, atau malam saja saya tidak tahu, apalagi bulan. Saya luka-luka dibiarkan saja, saya minta ke dokter nggak dikasih. Pernah juga saya dipukuli pakai hanger pakaian. Hangernya bukan cuma satu, mungkin berlapis-lapis, karena saya rasa tebal waktu dia mukul,” jelas dia.

Menurut Sugiyem, majikan barunya ini sangat mudah marah.  Majikan  akan marah jika menganggap dirinya melakukan kesalahan. Bahkan, perlakuan kekerasan yang mengakibatkan kedua matanya buta, dipicu oleh permasalahan yang mungkin bagi kebanyakan orang sangat sepele.

”Kekerasan yang membuat mata saya buta terjadi pada malam menjelang bulan puasa. Mata saya ditonjok-tonjok. Penyebabnya, saya masih ingat, karena saya tidak boleh melihat cermin yang di toilet. Tapi namanya orang keluar masuk lebih dari 20 kali sehari, saya kelupaan tidak menunduk, akhirnya saya masuk tidak sengaja melihat cermin. Katanya (majikan) saya bercermin, padahal saya tidak sengaja melihat kaca. Cuma karena saya melihat kaca dia marah,” cerita dia.

Setiap kali si majikan perempuan marah, lanjut Sugiyem, setelahnya ia tidak diberi makan selama dua sampai tiga hari. Hal ini membuatnya kian tersiksa dan meminta dipulangkan. Majikan pun menolak memulangkan Sugiyem. Alasannya, tidak ada pesawat, baru ada bulan April.

“Tapi setelah beberapa bulan lewat, majikan nggak komentar apa-apa. Begitu saya tanyakan, katanya di Indonesia banyak yang kena corona, tertinggi angkanya. Saya tidak tahu ditakut-takuti atau memang betulan. Namanya juga saya tidak pegang HP,” jelas dia.

Sugiyem akhirnya diizinkan pulang ke Indonesia setelah ia beralasan bahwa dirinya terkena guna-guna. “Saya bilang, badan saya macam begini, saya kena sihir. Saya mau berobat ke pesantren. Baru saya dikasih pulang,” jelas dia.

Sugiyem pulang ke tanah air pada 23 Oktober 2020 dan tiba di rumahnya pada keesokan harinya. “Harapan saya cepat ditangani. Saya ingin mata saya sembuh, bisa melihat seperti semula,” harap dia lemah.

Disnaker Pati Selalu Berkoordinasi dengan UPT BP2MI Semarang

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Pati, Tri Haryama, angkat bicara mengenai dugaan kasus penganiayaan yang menimpa Sugiyem. Ia menyebut, terkait kasus yang dialami Sugiyem, pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit Pelayanan Teknis (UPT) BP2MI Semarang.

“BP2MI sudah meluncurkan surat ke Singapura. Namun, persyaratannya kemarin masih ada yang kurang. Karena Bu Sugiyem mengatakan pada saat kerja di Singapura menyebabkan mata tidak bisa melihat, maka perlu visum,” ujar dia.

Tri Haryama menambahkan, sambil tetap berkoordinasi dengan UPT BP2MI, pihaknya akan terus berupaya memfasilitasi dan membantu Sugiyem atas peristiwa yang dialaminya.

 

Reporter : Putra

Editor : Revan Zaen