Mengenal Zainal Abidin, Santri Asal Lahar Tlogowungu yang Lolos Konferensi Religious Studies di Radboud University Nijmegen Belanda

pada Kamis, 22 Oktober 2020
  • Berita Online

WARTAPHOTO.NET. PATI – Pada Hari Santri Nasional (HSN) 2020 yang jatuh pada Kamis (22/10) ini, Wartaphoto akan menyajikan kisah seorang santri alumnus Salafiyah Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Ialah Zainal Abidin, yang kenal dunia menulis sejak belajar teater di Madrasah Aliyah (MA) Salafiyah. Ia menekuninya berkat bimbingan seorang guru, Arif Sutoyo.

Lulus MA pada 2015 silam, Abidin bercita-cita kuliah di wilayah barat. Ia mendaftar di Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung, UIN Jakarta, dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Di UIN Bandung dia diterima di jurusan pertanian. Sementara di UIN Jakarta ia lolos di jurusan Tafsir Hadis. Sedangkan di IPB hanya sampai tahap seleksi 50 besar penerima beasiswa santri berprestasi.

Sejak dahulu, Pria asal Desa Lahar, Kecamatan Tlogowungu itu memang bercita-cita ingin menjadi penulis. Termasuk milih mendaftar di IPB sebab kenal dengan puisi Taufiq Ismail, tahu viralnya novel Iwan Setiawan, dan beberapa cerpen Asma Nadia. Sementara di UIN Jakarta ia sudah mengenal Gus Milal yang menulis tentang Syekh Ahmad Mutamakkin dan saat itu karyanya pernah dibedah di Salafiyah.

“Karena yang memberikan beasiswa Jakarta, saya pun akhirnya memilih UIN Jakarta. Tentu, dengan rembugan dulu sekeluarga. ketika sampai UIN Jakarta, baru nyadar kalau kampus ini masuknya Tangerang Selatan,” cerita dia.

Saat Kuliah, Pria kelahiran Pati, 24 Mei 1998 ini langsung tertuju pada komunitas atau kelompok studi yang aktif mengajarkan menulis. Sejak semester 1, ia berkumpul dengan kawan-kawan waroeng kopi (sebuah kelompok studi yang kecil) yang terkadang bahas kitab di tongkrongan. Selain itu, dia bergabung dengan Forum Lingkar Pena Ciputat. Di sinilah dirinya belajar menulis secara teknis dengan Ali Rif’an (Sekarang direktur Arus Survei Indonesia).

“Saya langsung tancap gas, ketika semester satu. Masih anak bawang tapi aku bisa masuk artikel opini di SINDO. Padahal itu ngirim untuk pertama kali. Terus saya juga juara LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional) di Institut Ilmu AL-Qur’an Jakarta nomor dua, dan juara dua esai saat fakultas Ushuluddin (UIN Syarif) buat lomba. Tentu sesekali saya koreksian dengan mentor saya,” jelas dia.

Sayangnya, setelah menginjak semester 2, kegiatan belajar dengan senior semakin jarang. Saat itu memang jadwal pelatihan sudah selesai. Abidin pun selama semester 2 tak juara lagi. Tulisan pun tak lagi dimuat di media cetak.

Pada Semester 3, pemuda asal Desa Lahar ini memutuskan untuk melupakan cita-cita menjadi seorang penulis. Dia justru membuka lembaran lama, skill kaligrafi dan melukis. Ia bergabung dengan Lembaga Kaligrafi Al-Quran. Dirinya pun aktif hingga semester 5. Ketika bergabung dengan lembaga tersebut, dia dua kali masuk 5 besar lomba level nasional.

“Bahkan di Jombang yang saat itu saya juara lima bisa bertemu dengan kaligrafer dunia, seperti dari Maroko, Thailand, China dan lainnya. karena saat itu memang festival kaligrafi Internasional,” terang dia.

Namun beruntungnya pada semster 6, Abidin diajak lomba LKTI oleh dua adik tingkatnya. Hanya bermodal mata kuliah Metodologi penulisan, karya tulis yang mereka buat, masuk finalis di UIN Sunan Ampel. Saat itu tahun 2018.

“Setelah lomba di UIN Surabaya, saya kembali aktif mencoba nulis. Baik artikel biasa, atau lomba. Dan Alhamdulillah di UIN ada perlombaan esai keislaman, dan beruntungnya dapat juara pertama. Saat itu memang saya aktif di lembaga Islam Nusantara Center, yang aktif menggelar diskusi kesilaman, kepesantrenan dan ke-Indonesiaan,” cerita Abidin.

Tahun 2019, Abidin menyebutnya sebagai tahun yang istimewa, banyak kejutan. Awal tahun hingga akhir tahun dia selalu disibukkan dengan acara literasi. Akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019 dia diajak ke beberapa pesantren di Lampung, Serang, Jakarta, Tangerang Selatan, dan lainnya oleh tim Islam Nusantara Center.  Di sana ia terkadang mengisi kelas kepenulisan untuk anak Madrasah Aliyah. Kadang juga menjadi moderator di beberapa seminar.

Tak hanya itu, Abidin pun mengikuti lomba karya tulis lagi di UIN Surabaya tingkat nasional. Masuk finalis hingga presentasi. Kemudian dia diajak oleh kawan kelasnya untuk mengirimkan abstrak konferensi di Belanda.

“Tentu saya mengiyakan, karena saat itu masih semangat menulis. kami membagi tugas, saya menyusun kerangka, kawan saya menyiapkan bahan. Tak disangka abstrak kami lolos dalam konferensi religious studies di Radboud University Nijmegen Belanda,” jelas dia semringah.

Beruntungnya lagi, Abidin mendapatkan kesempatan belajar Internasional academic writing di Yogyakarta bersama para peneliti Kementerian Agama (Kemenag). Saat itu, dirinya diajar oleh Irwan Abdullah, guru besar dari UGM dan Saifuddin Zuhri Qudsy dari UIN Jogja. Selama seminggu belajar, ilmu itu ia terapkan untuk menulis paper di konfernsi.

“Saya dan kawan mendapatkan sponsorship dari Lazisnu (Lembaga Amil Zakat, Infaq, Sedekah, Nahdlatul Ulama). Ini yang menjadikan kami semakin yakin untuk melanjutkan perjuangan presentasi di Belanda. Di luar dugaan, banyak sekali pengalaman selama di Radboud University. Saya bisa bertemu dengan para peneliti dan dosen dari berbagai negara. Saat itu acaranya di akhir Juni 2019,” kata dia.

Karena penyelenggaranya kerjasama antara PCINU Belanda dan Radboud University, maka banyak juga peneliti dari Indonesia. Namun yang membuat Abidin bersyukur, karena saat itu mahasiswa S1 yang papernya murni tanpa ada kolaborasi dengan dosen hanyalah miliknya bersama temannya. Hal ini yang kemudian menjadikannya ingin terus menulis.

“Di Belanda, saya bisa keliling di Amsterdam, Den Haag, Nijemegen. Sesekali saya berjalan sendiri dan pernah nekat tanpa membawa provider internet. Karena saya masih di Den Haag dan kawan saya sudah di Nijemegen,” jelas dia.

Setelah acara presentasi yang saat itu dihadiri menteri agama RI, hingga beberapa kyai NU, Abidin dan kawannya dari UIN Jakarta keliling Paris. Lagi-lagi, berkat jaringan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) kawannya yang S2.

Setiba di Indonesia, seminggu kemudian ia mendapatkan kabar baik dari Perpustakaan Nasional. Dirinya pun diminta menyalin naskah kuno yang kemudian dipajang di ruangan. Abidin mengerjakan tiga naskah. Naskah bustanussalatin, serat jakasemangun dan naskah ilmu tauhid.

“Beruntung lagi saya diajak perpusnas ke Toba untuk mengikuti Festival Naskah Nusantara. Di sana saya menjadi narasumber workshop penulisan Arab Jawi Melayu. Berkat beberapa prestasi ini, Alhamdulillah saya mendapatkan penghargaan dari kampus, terpilih dalam student Achievement Awards,” kata Abidin melanjutkan cerita.

Saat ini, Abidin sudah lulus dari UIN Jakarta dan masih tetap menulis tentang keislaman, kepesantrenan dan lainnya. “Semoga kelak segera terbit buku juga, amiin,” tutup dia.

Reporter : Putra Editor : Revan Zaen

Foto : Dok pribadi