Seputarmuria.com, PATI – Beberapa bulan masa pandemi yang melanda Kabupaten Pati, merupakan masa tersulit bagi sejumlah pemilik usaha. Diantaranya adalah produsen kopi.
Ketua klaster kopi Pati Muttaqin, begitu terampil memilah kopi di bawah terik matahari. Butuh waktu satu minggu untuk menuntaskan produksi hingga manjadi kemasan yang siap diedarkan. Ia juga selalu memainkan skillnya untuk menciptakan varian cita rasa agar produk besutannya berbeda dengan brand lainnya.
Meski masih dalam masa pandemi, namun sebuah inovasi dari tangan terampilnya selalu ia maksimalkan agar mampu melewati masa sulit ini. Ia optimis, berkat pengalamannya bergelut dengan dunia kopi, ia yakin mampu bertahan di tengah terpaan keadaan.
Dampak dari pandemi tersebut terjadi penurunan penjualan kisaran 30 hingga 40 persen. Tentu, butuh suatu inovasi untuk membangkitkan gairah para pecinta kopi agar penjulan dapat berjan stabil lagi.
Diketahui, lewat idenya kopi Gayeng Pati yang memulai sebuah inovasi pada 2016 hingga 2018 lalu berhasil membuat tahapan full wash. Setelah menemukan komposisi yang pas, Muttaqin mengikuti lomba uji cita rasa yang diadalkan oleh asosiasi industri dan eksportir kopi. Alhasil, dari sekitar 367 peserta se Indonesia dengan 14 juri dari enam negara, kopi Gayeng Pati full wash masuk dalam peringakat 5 besar nasionaal.
“Berkat pengalaman itu, saya terus berfikir untuk menemukan komposisi lagi. Di tengah pandemi, memang dikategorikan kami para klaster kopi mampu bertahan. Kita ambil hikmahnya juga, karena banyak masyarakat yang berdiam diri di rumah, maka kebutuhan kopi semakin besar melalui permintaan online”, ujar Pria asal Desa Sidomulyo Kecamatan Gunungwungkal.
Namun, lanjutnya, kendalanya ketika melakukan pengiriman ke luar daerah. Apalagi ke luar Pulau, biaya ongkir tingi dan waktunya lama.
Pria kelahiran Pati, 6 Juni 1980 ini bercerita jika kesulitan yang dialami di masa pandemi hanya beberapa saja, terutama di kategori specialty.
“Sebab, serapan terbesar ada di caffe dan belakanagan ini banyak yang tutup. Jadi, mau tidak mau dirinya harus mengemas dan memasarkan seperti kopi lainnya. Otomatis ada penurunan harga 30 – 40 persen. Itu hanya cukup untuk mengembalikan HPP”, jelasnya.
Sementara untuk para anggota klaster kopi di Pati, diakuinya walaupun dalam kondisi sulit seperti saat ini, mereka tetap optimis. Lantaran, masing-masing produsen termotivasi dan saling menguatkan untuk terus bertahan.
“Ketika kita di rumah, justru akan semakin berinovasi, mungkin secara desain maupun dari komposisinya. Jumlah produsen di bawah naungan klaster kopi menurut data base kami ada 80 produsen dan masih kami data terus, karena di Kabupaten Pati perkembangan sangat pesat. Saat ini yang belum teridentifikasi ada sekitar 200 an produsen.
Ia menyebut, dari jumlah itu baru mampu menyerap 10 sampai 15 persen dari total kopi yang ada di kabupaten.
Adanya wacana pemerintah kabupaten dalam memaksimalkan sektor pertanian, Muttaqin juga mendukung penuh langkah itu. Bahkan, ia semakin semangat mengajak masyarakat untuk bergelut di dunia perkebunan kopi.
“Satu hal yang penting bagi masyarakat, justru dengan adanya perubahan di luar dugaan, kita ambil hikmah. Kalau orang Jawa biasanya kalau nggak terhimpit nggak tergerak. Justru dengan adanya hal seperti ini harus mencoba berinovasi memanfaatkan potensi di sekitar. Potensi kopi sangat besar di sini, dan kita bisa ambil bagian”, pungkasnya.
Hal tersebut karena di Pati sejak dahulu gemah ripah loh jinawi, yaitu ada di pertanian. Menurutnya, hanya sedikit yang menyentuh itu. Padahal kekayaan alam yang ada sangat besar. (Er)
The post Produsen Kopi Pati Tetap Bertahan di Tengah Pandemi appeared first on Seputar Muria.