Pati, Mitrapost.com – Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran sudah menjadi momen untuk berkumpul dan bersilaturahmi bagi masyarakat Indonesia. Tak terkecuali warga Kabupaten Pati.
Namun, di tengah Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), lebaran tahun ini terasa berbeda. Budaya mudik yang sudah menjadi tradisi menjelang dan selepas lebaran kini dilarang demi mencegah penyebaran Covid-19. Berkunjung ke rumah kerabat atau teman sejawat hingga acara halal bi halal atau Syawalan yang biasanya digelar sepanjang bulan Syawal juga dilarang oleh pemerintah.
Berdasarkan pengakuan Kasri (65) Warga Kecamatan Kayen ini harus rela melepas rindu kepada anak dan cucunya melalui online atau virtual. Hal ini lantaran anaknya yang merantau di Singapura dan cucunya yang bekerja di Kota Depok tidak bisa mudik karena khawatir membawa virus apabila nekat mudik.
Meski tak sekhidmat ketika berinteraksi langsung, Kasri bersyukur, masih diberi kesempatan bisa bermaaf-maafan dengan anak dan cucunya secara virtual.
“Wes tak ngapuro, namanya orang tua yo ngapuro anak-anake. Semoga semua sehat semua,” ujar Kasri kepada anak-anaknya, Minggu (24/5/2020) lalu.
Baca juga : Dewan Imbau Warga Pati untuk Lebaran di Rumah dan Manfaatkan Media Sosial
Sebenarnya, Pemerintah Kabupaten Pati masih memperbolehkan silaturahmi secara langsung. Namun, harus menggunakan protokol kesehatan dan tidak mengumpulkan banyak orang. Protokol kesehatan ini seperti physical distancing, memakai masker, menyediakan tempat cuci tangan dan tidak berjabat tangan.
“Ngga ada salaman,” ujar Bupati Pati Haryanto, Sabtu (23/5/2020).
“Dengan social distancing, tidak berjabat tangan. Cuman silaturahmi tok lah. Tapi ya tetap pakai masker,” imbuh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Noto Subiyanto.
Namun, demi meminimalkan risiko penyebaran virus corona, Pemerintah Desa (Pemdes) Karaban Kecamatan Gabus mengimbau warganya untuk tidak melaksanakan silaturahmi secara langsung. “Disuruh melalui online,” kata Purnyami (40), salah satu warga Karaban.
Sementara itu, di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong silaturahmi masih dilakukan. Meskipun demikian banyak masyarakat yang tidak bersilaturahmi dan tidak menerima tamu.
“(Lebaran ini) sepi. Dari pada tahun lalu, penurunnya lebih dari 50 persen. Ada yang masih menerima tamu, ada yang tutup,” ungkap Dwi (22) salah satu warga Desa Pekalongan kepada Mitrapost.com, kemarin.
Baca juga : Pasar Rogowongso Siap Ditempati, Para Pengurus Pasar Mulai Data Pedagang
Meskipun masih digelar, sayangnya beberapa warga tidak menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Beberapa diantara mereka masih berjabat tangan.
“(Salaman) masih. Masalah cuci tangan enggak semua ada. Kalau di rumahku ada. Aku juga ndak keliling (silaturahmi) ke tetangga. Hanya keluarga dekat saja,” ungkap Dwi.
Salaman ini sulit dihindari orang Jawa, terlebih orang Pati. Orang Jawa yang terkenal ewuh-pekewuh merasa sungkan apabila menolak salaman meskipun di tengah pandemi.
Hal ini dirasakan Nafi (29) Pemuda dari Kecamatan Kayen ini sudah berusaha menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan masker, namun Ia merasa tak enak hati menolak jabat tangan dengan orang, terlebih kerabatnya. Maka dari itu, dia berusaha cuci tangan selepas berjabat tangan dengan orang.
“Sebenarnya sudah berusaha mengikuti imbauan pemerintah. Tapi untuk jabat tangan sulit. Ewuh,” tandasnya. (*)
Baca juga :
Tujuan Pemidanaan Bukan Penjeraan Lagi, Tapi Pembinaan Narapidana Pemkab Blora Gelar Rapid Test Massal di Tiga Pusat Perbelanjaan
Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook dan instagram
Redaktur : Dwifa Okta
The post Lebaran di Tengah Pandemi, Kebiasaan Jabat Tangan Masih Sulit Dihindari appeared first on Mitrapost.com.