Semarang, Mitrapost.com – Pengeluaran narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara di masa pandemi corona membuat masyarakat resah. Pasalnya, berbagai lini kehidupan utamanya sektor ekonomi yang layu ditambah narapidana yang dibebaskan ini dikhawatirkan masyarakat akan menimbulkan gejolak seperti pencurian atau perampokan dan lain sebagainya.
Hal demikian akan menambah prasangka dari masyarakat dalam tanda kutip “yang di luar saja saat ini sedang susah cari makan apalagi yang jadi narapidana malah dikeluarkan apa tidak menambah kacau situasi”. Apalagi ada berita bahwa narapidana yang diasimilasi kembali berulah justru membuat masyarakat semakin resah dan khawatir.
Baca juga: Banyak Info Terkait Covid-19 di Medsos, Haryanto Sampaikan Data Terbaru
Anggapan masyarakat terkait hukuman kepada narapidanaMungkin sebagian orang masih beranggapan bahwa jika seorang terdakwa dihukum oleh hakim sesuai dengan amar putusannya, maka terdakwa tersebut harus menjalani hukuman sesuai dengan yang di putuskan oleh hakim. Jika seorang terdakwa dihukum semisal 5 tahun maka dia harus menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan selama 5 tahun penuh atau jika dihukum penjara selama seumur hidup maka terdakwa tersebut akan menjalaninya seumur hidup pula.
Namun tidak demikian apa yang di sebutkan di dalam undang-undang pemasyarakatan. Tujuan dari pemidanaan bukan lagi merupakan penjeraan atau balas dendam akan tetapi melakukan berbagai upaya pembinaan untuk mengembalikan narapidana agar menyadari sepenuhnya kesalahan dan tidak melakukan lagi perbuatan yang melanggar hukum supaya bisa kembali dan diterima oleh masyarakat.
Dengan kata lain seorang narapidana adalah manusia biasa juga yang tak luput dari kesalahan dan khilaf. Perbuatan pelanggaran hukum yang mereka lakukan mungkin karena adanya faktor-faktor tertentu untuk melakukan perbuatan tersebut. Bahkan bukan cuma orang yang awam, orang golongan bawah atau rakyat biasa, seorang jutawan ataupun milyader yang berdasi atau berpenampilan perlente pun tak luput dari pelanggaran hukum. Dengan demikian seorang yang melakukan perbuatan pelanggaran hukum perlu di benahi dengan melakukan serangkaian pembinaan akan kedasaran hukum, dan bukan di lakukan pembalasan atau pelanggaran hak asasi.
Mengacu pada undang-undang Pemasyarakatan nomor 12 tahun 1995 dimana sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan di dalam masyarakat. Konsep sistem Pemasyarakatan ini lahir pada tahun 1964 atas prakarsa Sahardjo (Menteri Kehakiman saat itu ), yang pada dasarnya sangat terkait dengan adanya dorongan untuk pelaksanaan pemidanaan yang lebih manusiawi dan melindungi hak asasi narapidana dan tahanan, kemunculan konsep inilah yang menandai peralihan sistem pemindaan Indonesia dari sistem kepenjaraan yang dalam prateknya lebih menekankan sentimen penghukuman (punitive sentiment) atau pembalasan (retributive) ke sistem Pemasyarakatan yang lebih sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Baca juga: Napi Lapas Pati Gunakan HP Ilegal untuk Kontrol Pengedaran Narkotika
Tahapan pembinaan narapidanaBerawal dari amanat undang-undang Pemasyarakatan itulah Lembaga Pemasyarakatan melakukan berbagai upaya pembinaan kepada narapidana.
1.Pembinaan tahap awalPembinaan ini dilakukan dalam rentang waktu mulai 0 sampai 1/3 masa pidana, tahapan ini lebih mengedepankan pada pengenalan lingkungan di dalam Lapas atau di kenal dengan istilah admisi dan orientasi.
2.Pembinaan Tahap LanjutanSetelah melalui pembinaan awal seorang warga binaan Pemasyarakatan akan diberikan pembinaan tahap lanjutan rentang waktu yang di berikan 1/3 sampai 1/2 masa pidana , pada tahap ini pembinaan yang di lakukan berupa pembinaan kepribadian (mental dan spiritual) serta pembinaan kemandirian (ketrampilan dan pelatihan kegiatan kerja).
3.Pembinaan Tahap AssimilasiSetelah diberikan berbagai pembinaan kepribadian dan kemandirian, mulailah warga binaan Pemasyarakatan akan di berikan pembinaan assimilasi rentang waktu mulai 1/2 sampai 2/3 masa pidana.
4.Pembinaan Tahap AkhirPembinaan tahap akhir yang di berikan pada Warga Binaan Pemasyarakatan berupa pembinaan integrasi yang mana Warga Binaan tersebut akan di kembalikan ke keluarga dan masyarakatan untuk kembali hidup normal, pada tahap ini di kenal dengan istilah Pembebasan Bersyarat atau Cuti Bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas, rentang waktu mulai dari 2/3 sampai expirasi atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari program pembinaan itulah kita mengenal isitilah asimilasi, dimana seorang narapidana akan dibaurkan kembali ke dalam masyarakat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan asimilasi bisa dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan, bekerja dengan pihak ke tiga atau lembaga Sosial atau di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka.
Asimilasi itu sudah ada sejak dikeluarkan Undang-undang Sistem Pemasyarakatan bukan hanya saat pandemi ini saja, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem pemasyarakatan tersebut.
Baca juga: Asimilasi Narapidana Butuh Sinergi Semua Pihak, Bukan Hanya Dibebankan Bapas
Pelaksanaan asimilasiAsimilasi di saat pandemi wabah Covid19 ini memang sedikit berbeda. Jika sebelum pandemi kegiatan dilakukan dengan kententuan yang berlaku saat itu, sebagai contoh seorang narapidana asimilasi bekerja di lembaga sosial atau panti asuhan atau pondok pesantren dengan jam kerja mulai 09.00 sampai dengan jam 15.00 , maka setelah jam 15.00 narapidana tersebut harus kembali ke Lembaga Pemasyarakatan dan kembali melakukan kegiatan asimilasi besok harinya sampai program asimilasi selesai.
Sedangkan asimilasi di saat pandemi ini mengacu pada Peraturan Menteri nomor 10 tahun 2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 dan surat edaran Dirjenpas tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid19.
Sesuai peraturan tersebut asimilasi dilaksanakan di rumah dengan tugas dan tanggung jawab diserahkan kepada Pembimbing Kemasyarakat berupa Pembimbingan dan Pengawasan.
Asimilasi narapidana yang dilakukan di rumah saat ini sangat tepat dilakukan karena mendukung program pemerintah untuk memutus mata rantai penularan dan penyebaran wabah penyakit Covid19.
Bisa di bayangkan jika narapidana keluar masuk Lapas kemudian satu saja narapidana terkontaminasi virus corona dan di dalam Lapas ada ribuan narapidana lainnya, betapa kacaunya jika covid-19 menular di dalam Lapas.
Baca juga: 210 Napi di Lapas Pati Dapat Remisi Idul Fitri 1441 H
Tujuan asimilasi di masa pandemiSelain tujuan asimilasi dilaksanakan di rumah adalah mengurangi over kapasitas di lapas dan rutan yang notabene merupakan masalah yang sering dihadapi, di mana over kapasitas mencapai angka 100 %. Selain itu, diberlakukannya asimilasi di rumah juga sekaligus untuk penghematan keuangan negara yang bisa dialihkan untuk penanganan Covid-19 dengan pembelian APD untuk tenaga Kesehatan dan lain lain.
Bisa dicontohkan index makan narapidana per orang / hari sebesar Rp. 19.000 di kalikan narapidana yang asimilasi berkisar 30.000 orang lebih, ambilah waktu asimilasi 1 bulan / 30 hari: Rp. 19.000 x 30.000 orang x 30 hari = 17.100.000.000 (angka kita ambil rata-rata). Dengan hitungan angka paling kecil saja sudah didapat penghematan 17 milyar lebih, jika di ambil rata-rata narapidana mendapat asimilasi 6 bulan (180 hari ) dikalikan puluhan ribu data narapidana yang asimilasi dikalikan index makan perhari sudah berapa ratus milyar uang yang di hemat oleh negara.
Baca juga: Lebaran Tahun Ini, Kunjungan Lapas Digelar Secara Virtual
Faktor napi asimilasi kembali melakukan pidana dan pelanggaran hukum1.Adanya karakter atau sifat yang di miliki,
2.Adanya perasaan putus asa karena tidak ada pekerjaan,
3.keadaan ekonomi keluarga yang sangat lemah,
4.Kurang di terima atau tidak mendapat dukungan dari keluarga / masyarakat yang menyebabkan rasa frustasi,
5.Kurangnya kesadaran hukum,
6.Kurangnya rasa bersyukur,
7.Tidak memiliki rasa penyesalan / efek jera
8.bahkan yang menyedihkan jika perbuatan melanggar hukum itu di lakukan dengan sengaja, bermaksud bisa kembali ke Lembaga Pemasyarakatan supaya urusan makan di tanggung oleh negara.
Semoga badai wabah penyakit covid-19 ini cepat berlalu. Tiada suatu bencana yang menimpa pada bumi ini atau pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis pada suatu kitab dan demikian itu mudah bagi Allah, SWT. (Qs. Al Hadid).
Baca juga: Tim PPGD Satlantas Pati Siap Tolong Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Penulis : Sriyana (Pembimbing Kemasyarakatan Muda Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah)
Redaktur : Ulfa PS
The post Tujuan Pemidanaan Bukan Penjeraan Lagi, Tapi Pembinaan Narapidana appeared first on Mitrapost.com.