Sudewo: Kenaikan PBB Bukan Tindakan Kejam tapi Gotong Royong demi Pembangunan

pada Kamis, 22 Mei 2025
  • Berita Online

WARTAPHOTO.net. PATI – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen di Kabupaten Pati pada tahun 2025 memantik perhatian publik. Bupati Pati, Sudewo, menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan amanat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang disusun dan disahkan sebelum ia menjabat.

“PBB ini naik karena Perda Nomor 1 Tahun 2024. Saya tidak membuat Perda itu, saya tidak ikut mengesahkan. Yang menyusun adalah DPRD Pati periode 2019–2024 dan pemerintah sebelumnya,” jelas Sudewo dalam keterangan persnya, Kamis (22/5/2025).

Meski memiliki dasar hukum untuk menaikkan tarif hingga 1000 persen sesuai Perda tersebut, Sudewo mengaku hanya memilih menaikkannya sebesar 250 persen. Menurutnya, keputusan ini sudah melalui pertimbangan matang agar tidak membebani masyarakat secara berlebihan.

“Kalau saya saklek mengikuti Perda, kenaikannya bisa ribuan persen. Tapi saya tidak menghendaki itu. Saya batasi hanya sampai 250 persen,” ujarnya.

Sudewo juga menyebut bahwa PBB di Kabupaten Pati tidak mengalami penyesuaian sejak tahun 2011. Padahal, menurutnya, kebutuhan pembangunan terus meningkat dan membutuhkan dukungan anggaran yang cukup.

“Selama 14 tahun tidak ada penyesuaian. Padahal pembangunan di mana-mana itu butuh anggaran. Ini bukan semata-mata soal pungutan, tetapi bentuk gotong royong masyarakat dengan pemerintah,” kata Sudewo.

Ia menambahkan bahwa kenaikan ini akan digunakan untuk pembenahan infrastruktur, termasuk perbaikan jalan, revitalisasi RSUD RAA Soewondo, dan pembangunan sejumlah fasilitas pemerintahan.

Meski angka kenaikan disebut mencapai 250 persen, Sudewo menyatakan bahwa realisasi target pendapatan dari PBB tidak sebesar itu. Tahun 2024, pendapatan dari sektor ini tercatat sebesar Rp 29 miliar. Sementara untuk 2025, ditargetkan sebesar Rp 65 miliar setelah dilakukan koreksi dari target awal Rp 73 miliar.

“Jadi ini sebenarnya tidak sampai 200 persen. Praktek di lapangan masih bisa didiskusikan, ada ruang komunikasi,” katanya.

Sudewo pun membantah anggapan bahwa kebijakan ini bersifat kejam atau menindas masyarakat. “Kalau hanya tambah Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu setahun, itu bukan untuk saya, tapi untuk pembangunan,” tandasnya.

“Kalau jalan rusak dibiarkan, rumah sakit jadi bobrok, plafon jebol, peralatan rusak, itulah yang kejam. Justru saya tidak kejam. Saya ingin membela rakyat,” tegasnya.

Regulasi PBB dan Kewenangan Bupati

Kenaikan PBB diatur dalam Pasal 6 hingga Pasal 9 Perda Nomor 1 Tahun 2024. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menjadi dasar pengenaan PBB, dan Bupati memiliki wewenang menyesuaikan NJOP sesuai Pasal 6 ayat 6.

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1, pengenaan PBB paling rendah sebesar 20 persen dan paling tinggi 100 persen dari NJOP setelah dikurangi NJOP Tidak Kena Pajak (NJKP). Aturan teknisnya kemudian ditetapkan melalui Peraturan Bupati (Perbup).

Dalam Pasal 8, tarif PBB-P2 sebesar 0,1 persen dikenakan untuk NJOP hingga Rp 1 miliar, dan 0,2 persen untuk nilai di atas itu. Objek berupa lahan pangan dan ternak dikenai tarif lebih rendah, yakni 0,09 persen.

Reporter: Arton

Editor: Revan Zaen

The post Sudewo: Kenaikan PBB Bukan Tindakan Kejam tapi Gotong Royong demi Pembangunan first appeared on wartaphoto.net.