Mitrapost.com – Salah satu psikolog pendidikan di Indonesia, Ummi Kholifah, S.Psi, M.Psi, Psikolog kali ini menyoroti masalah kekerasan seksual yang dialami anak-anak.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini sudah sangat memprihatinkan. Banyak kasus yang tidak tercatat, dan hanya muncul di permukaan, sementara kasus yang sebenarnya bisa jadi tidak terhitung jumlahnya. Berdasarkan data LPSK (Laporan Perlindungan Saksi dan Korban), kasus kekerasan seksual mendominasi kasus-kasus pidana lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan persentase kasus kekerasan seksual yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jika hal ini tidak segera di tangani dengan serius maka kasus kekerasan seksual pada anak akan terus terjadi. Oleh sebab itu, diperlukan upaya preventif di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Di Lingkungan keluarga, upaya preventif dapat dilakukan sejak dini oleh orang tua untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak. Diantara faktor yang mempengaruhi kekerasan seksual pada anak adalah kurangnya pendampingan pra-pubertas dan minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang seksualitas yang benar.
Masa pubertas merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Fase ini menimbulkan sejumlah perubahan fisik dan psikologis dalam diri remaja, sehingga memunculkan perasaan yang penuh bergejolak dan konflik dalam diri. Di masa-masa kritis tersebut, anak sangat perlu didampingi dan diberikan edukasi sejak dini tentang pendidikan seksualitas yang benar serta tugas-tugas perkembangan yang akan mereka hadapi selama masa remaja.
Baca juga : Manfaat Prebiotik untuk Kesehatan Anak
Lalu kapan waktu yang tepat untuk mempersiapkan anak-anak kita dalam menyambut masa pubertas?Idealnya, orang tua dapat memberikan edukasi pendidikan seksual pada anak sejak usia dini, balita hingga usia pra-nikah. Orang tua seharusnya memberikan pemahaman yang benar tentang seksualitas pada anak yang meliputi, fungsi alat seksual, pengetahuan akan fitrah (naluri) seksual yang muncul sejak awal perkembangan remaja serta petunjuk dan bimbingan agar anak mampu menjaga dan melindungi organ seksualnya dengan baik. Orang tua juga perlu memberikan pemahaman kepada anak tentang perilaku dan pergaulan yang sehat serta tanggung jawab dan resiko-resiko yang ditimbulkan seputar masalah seksual.
Dalam setiap fase perkembangan anak, orang tua diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang pendidikan seksual sesuai dengan usia dan tahapan pemahaman anak. Tujuan penting dalam proses pendidikan seksual adalah agar anak lebih siap dan matang saat memasuki usia pernikahan. Sehingga, diharapkan kelak ia mampu memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu untuk melakukan kegiatan reproduksi yang sah dalam ikatan pernikahan.
Pemahaman seperti inilah yang perlu diberikan kepada anak, sebagai pendampingan agar mereka dapat menjaga dan memeperlakukan tubuhnya dengan bijak. Pendampingan masa pubertas kepada anak perihal perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi akibat penambahan usia juga perlu didasari oleh landasan agama. Hal ini sebagai dasar mereka dalam melakukan semua tindakan sebagai wujud pertanggung jawabnya kelak dihadapan Tuhan Yang Mana Esa.
Hal-hal yang perlu menjadi perhatian orangtua dalam memberikan pendidikan seksual pada anak, hendaknya disesuaikan dengan tahapan usia dan perkembangan anak. Sehingga, penjelasan yang kita berikan dipahami dengan benar oleh anak. Hal ini untuk mengantisipasi agar anak tidak mencari-cari informasi lain tentang pendidikan seksual dari orang lain ataupun media sosial (internet).
Baca juga : Berbagi Manfaat 10 Bahan Untuk Menghilangkan Jerawat
Tahapan Pendidikan Seksual Pada Anak Usia Balita (1-5 th)Orang tua dapat melakukan pendidikan seksual sejak usia dini.Pendidikan seks pada usia balita dapat dilakukan ketika anak sudah mulai sadar dan paham mengenai anggota bagian tubuhnya. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan memberikan informasi sederhana seperti jenis kelamin anak serta memberikan penjelasan mengenai perbedaan jenis kelamin anak perempuan dan laki-laki.
Orangtua mulai dapat mengenalkan nama-nama organ tubuh anak beserta fungsinya dengan benar. Pada tahap ini, hindari memberikan nama atau istilah yang keliru, sehingga anak menjadi bingung. Orang tua juga dapat memberikan penjelasan sederhana tentang anggota tubuh mana saja yang harus dilindungi dan tidak boleh disentuh atau dilihat orang lain.
Orang tua dapat mulai menanamkan rasa malu pada anak. Misalnya malu ketika tidak memakai baju, malu ketika pakaian terbuka dan dilihat orang lain atau lawan jenis, serta memberi tahu pada anak jenis-jenis sentuhan yang pantas dan tidak pantas. Proses selanjutnya adalah membiasakan anak balita menjaga kebersihan organ tubuhnya. Di mulai dari aktivitas mandi (membersihkan anggota badan dan alat kelamin dengan benar) hingga latihan toilet training (buang air kecil dan buang air besar di kamar mandi), bisa jadi waktu yang tepat untuk mengajarkan anak tentang cara menjaga kebersihan tubuh dengan cara yang menyenangkan. Misalnya, kegiatan membaca buku tema kebersihan atau kegiatan lain yang bertujuan untuk membentuk kebiasaan rasa malu pada anak.
Orangtua juga dapat melakukan khitan untuk anak laki-laki. Tujuanya agar anak mengerti bahwa khitan merupakan kewajiban bagi anak laki-laki dan memiliki manfaat untuk kesehatan dan kebersihan alat kelamin anak laki-laki. Melalui penjelasan dan pemahaman yang benar terkait pengetahuan anak tentang organ seksual yang harus di lindungi dan di jaga kebersihanya sejak dini. Diharapkan anak mampu menjaga kebersihan anggota tubuhnya sejak kecil dan memiliki rasa malu ketika orang lain melihat anggota tubuhnya terbuka.
Baca juga : Manfaat Hingga Mitos Infused Water Bagi Kesehatan
Usia SD (6-10 th)Pada usia ini anak sudah mulai diberi tahu tentang hal-hal yang berhubungan dengan persiapan pra pubertas. Diantaranya dengan mengenalkan dengan proses tumbuh kembang yang akan dilaluinya menjelang remaja, perubahan fisik yang akan terjadi pada anggota tubuh anak laki-laki dan perempuan serta menceritakan tentang pengalaman-pengalaman pertama ketika seorang anak dikatakan sudah masuk ke masa pubertas seperti menstruasi dan mimpi basah, tentunya dengan bahasa yang dapat dipahami anak usia SD.
Pada usia pra sekolah menuju usia SD biasanya anak-anak akan mulai mempertanyakan tentang asal usul dirinya dan bahkan anak akan bertanya tentang proses kelahiran adik bayi. Hal ini dapat ditanggapi positif oleh orangtua dengan menjelaskan secara sederhana tentang asal usul manusia diciptakan dan bagaimana proses pertemuan ayah dan bunda yang disatukan dalam sebuah pernikahan hingga kemudian lahirlah seorang bayi. Orang tua dapat memberi penguatan berdasarkan keyakinan agama, bahwa dalam proses penciptaan manusia terdapat kekuasaannya Allah sebagai sang Maha Pencipta.
Selain itu, pada usia ini orangtua dapat memberi penguatan kembali tentang tanggung jawab anak untuk melindungi anggota tubuhnya, sebagai upaya penghargaan terhadap anggota tubuhnya yang sangat berharga dan harus dijaga dengan sebaik mungkin. Sehingga, orang tua dapat memberikan penjelasan mengenai sentuhan yang pantas dan tidak pantas serta memberikan penjelasan tentang cara-cara melindungi diri dari kekerasan dan kejahatan seksual.
Proses selanjutnya adalah mengajarkan anak dengan etika dan adab memasuki kamar orangtua dan memisahkan tempat tidur anak dengan orangtua. Pemisahan tempat tidur anak ini dapat mulai kita latih sejak anak usia balita, sehingga ketika memasuki usia SD anak sudah bisa tidur di kamarnya sendiri.
Berikutnya adalah memberikan media edukatif di rumah dan menyeleksi tayangan yang di tonton anak. Orangtua juga perlu mengedukasi anak tentang tayangan yang tidak diperbolehkan dilihat oleh anak yaitu tayangan pornografi dan kekerasan berikut resiko dan dampak negatif ketika anak terpapar dengan tayangan pornografi dan kekerasan yang akan merusak perkembangan otak dan juga berdampak pada rusaknya moral seseorang. Hal ini dapat kita dasari dengan landasan agama yang kuat serta norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Baca juga : Teror Peletan, Pemburu Tumbal Kepala Anak-anak
Usia SMP (11-13 th)Pada usia ini orangtua dapat mulai mengarahkan pembicaraan tentang persiapan menghadapai masa pubertas yang akan mereka alami. Perlu dipahami orangtua bahwa masing-masing anak memiliki tahap pencapaian pubertas awal yang tidak sama. Ada yang masa remajanya di mulai saat usia SD dan ada juga yang baru masuk usia SMP. Orangtua diharapkan dapat mendampingi anak sejak awal masa pubertas ini, sehingga anak lebih siap menerima dan memahami perubahan fisik dan kondisi psikologis yang muncul dalam dirinya.
Pada masa ini, orangtua perlu memberikan panduan yang benar tentang perkembangan masa remaja. Diantaranya tentang tahap awal anak dikatakan sudah masuk masa remaja, yaitu di awali dengan peristiwa menstruasi (perempuan) dan mimpi basah (laki-laki) serta beberapa perubahan ciri-ciri fisik yang nampak ketika anak memasuki usia remaja. Jika perubahan ciri-ciri fisik ini telah muncul, orangtua dapat memberi pemahaman kepada anak tentang organ-organ seksual dan fungsinya sebagai alat reproduksi manusia. Dengan mengetahui fungsi organ seksualnya dengan benar, diharapkan anak dapat lebih bertanggung jawab dalam menjaga dan memperlakukan anggota tubuhnya dengan baik serta tidak melakukan perilaku seks bebas.
Orangtua juga perlu memberikan rambu-rambu pergaulan dengan lawan jenis ketika anak sudah masuk masa pubertas. Hal ini dilakukan dalam upaya mencegah anak terjerumus kepada pergaulan bebas. Sehingga, sejak kecil orangtua memberikan panduan dan batasan yang jelas dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Orangtua dapat memberikan penjelasan dan contoh yang nyata tentang pergaulan lawan jenis yang sehat serta menjelaskan tentang konsekuensi yang akan didapat ketika anak melanggar batasan dalam pergaulan antar lawan jenis, seperti kehamilan yang tidak diinginkan, putus sekolah karena anak terlibat kenakalan remaja, dan perilaku seks bebas beserta resiko yang akan di peroleh jika anak melanggar norma dalam agama.
Baca juga : Pantangan Beraktivitas Saat Hari Geblag Orang Tua
Usia SMA (14-16 th)Pada saat anak memasuki usia SMA, orangtua perlu memahamkan tentang fungsi alat seksual sebagai alat reproduksi manusia dengan penjelasan yang lebih detail dan ilmiah. Penjelasan mengenai proses reproduksi manusia ini, menjadi panduan awal bagi remaja untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa kelak di kemudian hari, yang suatu saat jika waktunya tiba akan menikah dan menjadi calon ayah dan calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang anak melalui hubungan seksual antara suami dan istri yang sah dalam ikatan pernikahan.
Dengan demikian, anak dapat diajak berpikir bahwa untuk saat ini remaja belum siap menjalankan perannya sebagai ayah dan ibu. Sehingga remaja diajak untuk berlatih menahan diri dan menjaga dirinya dengan baik dari berbagai hal negatif seperti pergaulan bebas, seks pranikah dan pornografi.
Orangtua melakukan dialog persuasif kepada remaja dengan cara memberikan contoh dan kasus-kasus kenakalan remaja yang berhubungan dengan pergaulan dan seks bebas serta mengajak remaja berpikir tentang masa depan apabila remaja terjerumus ke perilaku yang merusak. Selain itu, orangtua juga perlu memberikan pemahaman yang benar dan mengajak remaja untuk menyadari tanggung jawab sebagai individu yang sudah baligh yang harus mematuhi norma agama dan aturan sosial. Sehingga remaja paham dan tidak sesuka hati memperlakukan anggota tubuhnya.
Baca juga : Pelukis Asal Rembang Ini Representasikan Generasi Mendatang dalam Lukisan
Berikutnya adalah memberikan penjelasan tentang maraknya L9BT dan berbagai penyimpangan perilaku seksual yang dapat merusak moral anak. Dengan membekali anak agar mampu menahan diri dari dorongan seksual, menjauhkan diri dari segala bentuk rangsangan seksual yang disengaja maupun tidak disengaja, seperti pornografi. Remaja juga perlu di dorong untuk melakukan aktivitas positif seperti rutin berolahraga, mengikuti kegiatan keagamaan dan aktif berkegiatan sosial. Tujuanya agar remaja dapat lebih berkonsentrasi untuk mencapai prestasi, rencana masa depan dan dapat menyalurkan energi dan dorongan seksual yang dimilikinya ke hal-hal yang lebih sehat dan produktif.
Yang terakhir, orangtua dapat memberikan edukasi tentang penggunaan dan fungsi media bagi remaja. Hal ini bukan berarti mengajari remaja untuk berteknologi, karena tanpa atau dengan bimbingan kita, remaja sudah dipastikan menjadi konsumen teknologi. Oleh sebab itu, pembekalan tentang penggunaan media, gadget dan akses media sosial perlu diberikan agar remaja semakin bijak dalam penggunaanya. Orangtua perlu mengajak remaja berdialog sehingga muncul kesadaran dan pemahaman yang benar tentang aturan dan kontrol diri yang baik perihal penggunaan media yang tepat dan bijak. Hal ini meliputi segala hal terkait norma agama dan sosial, memberi bimbingan kepada anak agar mampu membiasakan diri untuk menahan pandangan dari hal-hal yang tidak pantas serta yang paling penting memberikan edukasi tentang efek negatif teknologi yang dapat menjadi candu bagi pemiliknya. Terutama akses pornografi dan tayangan kekerasan dalam bentuk game, video, televisi maupun film.
Semoga beberapa hal tersebut, mampu dijadikan panduan kepada orangtua untuk menjaga anaknya agar tidak terjerumus ke pergaulan bebas ataupun seks bebas. Semoga hal ini juga dapat mengurangi kasus pelecehan dan kekerasan seksual dikalangan anak-anak. (*)
Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook, instagram, dan twitter
Redaktur : Dwifa Okta
The post Orangtua Wajib Tau : Darurat Kekerasan Seksual Pada Anak appeared first on Mitrapost.com - Portal Media Online Terupdate di Eks-Karesidenan Pati & Kota Semarang.