ilustrasi anak – anak ketika mendapat edukasi
Seputarmuria.com, PATI – Menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children), anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0 – 8 tahun. Pada usia inilah yang disebut dengan masa keemasan (golden age), dimana otak anak mampu berkembang hingga 80%. Otak anak tersusun dari milyaran neuron yang saling berhubungan menghasilkan sebuah sinapsis yang timbul akibat adanya rangsangan dari lingkungan yang ditangkap oleh panca indera. Neuron yang terhubung ada yang disimpan dan ada ada yang dibuang.
Neuron yang dibuang adalah yang berasal dari sinapsis yang jarang digunakan, sedangkan sinapsis yang unik, berulang-ulang dan yang berkesan akan bertahan di otak. Bencana alam dapat menjadi sebuah kejadian yang sangat berkesan bagi anak, sehingga hal yang berkaitan dengannya disimpan dan teringat kuat dalam pikiran anak.
Masa anak – anak seharusnya memberikan kenangangan manis dan berkrsan baik sehingga memberikan dampak yang positif bagi tumbuh kembang anak. Namun sebaliknya yang dialami oleh anak-anak korban bencana alam, mereka mengalami kenangan traumatis yang mungkin sulit untuk dilupakan.
Mencuplik dari sebuah jurnal Children, Youth and Environments Volume 18 oleh Peek (2008:4), menyebutkan bahwa efek negatif dari bencana berakibat pada kesehatan fisik, perkembangan emosional serta perkembangan intelektual anak-anak baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Berbagai reaksi anak akibat bencana menurut American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP, 1998) tergantung dari kerusakan yang dialami selama bencana itu terjadi.
Faktor yang memengaruhi seorang anak pulih dari trauma adalah karakteristik anak (usia, jenis kelamin), kepribadian, ketersediaan jaringan dan dukungan sosial, pengalaman sebelumnya, paparan langsung atau media paparan bencana, distress orangtua, dan tingkat keparahan.
Reaksi yang dimunculkan anal usia dini yang berkaitan dengan pola perilaku emosi anak usia dini pasca bencana antara lain adalah menangis tidak terkontrol, merengek, takut berpisah dengan orangtua, gangguan tidur, mudah marah, mudah tersinggung, perilaku regresi (kembali menghisap jempol atau mengompol).
Selain itu, juga bergerak tanpa tujuan atau tidak bergerak sama sekali, gemetar, ekspresi wajah ketakutan, mimpi buruk, timbul masalah kesehatan (jantung berdebar, mual, sakit kepala, dll), masalah pertemanan, ketakutan berlebih, menolak masuk sekolah, kesulitan berkonsentrasi dan tidak dapat beraktivitas dengan baik.
The post Tanggap Anak Korban Bencana Alam appeared first on Seputar Muria.