Buntut Penertiban Tempat Karaoke di Pati, Aliansi Tokoh Agama vs Aliansi LSM

pada Kamis, 21 Oktober 2021
  • Berita Online

Seputarmuria.com, PATI – Pertengahan Juli 2021 lalu, Pemkab Pati bersama Perusahaan Listrik Negara (PLN) memutus aliran listrik di 49 tempat hiburan karaoke, juga meliputi tempat karaoke yang berizin.

Langkah ini dalam rangka penanganan pandemi Covid-19 selama adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Kamis (16/9/2021) lalu, Bupati Pati Haryanto menegaskan bahwa aliran listrik akan kembali dinyalakan jika PPKM berakhir. Tempat-tempat karaoke ilegal pun juga diminta terlebih dahulu melengkapi perizinan usaha sesuai regulasi yang berlaku.

Namun, hal tersebut ternyata mendapat perlawanan dari sejumlah tokoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Kabupaten Pati.

12 Oktober lalu, mereka menerbitkan surat pengaduan yang ditujukan pada sejumlah pemimpin lembaga tinggi negara. Yang cukup mengagetkan, surat itu juga berstempelkan pondok pesanten yang bertempat di Kecamatan Gembong, yakni Pondok Pesantren Modiwongso.

Mereka memprotes kebijakan Pemkab Pati memutus aliran listrik di 49 tempat karaoke.

Menurut Gerak, pemilik usaha, negara, dan masyarakat dirugikan akibat kebijakan ini. Disebutkan dalam surat mereka, kerugian yang dialami pemilik usaha akibat pemutusan aliran listrik mencapai Rp 29,4 miliar.

“Selain tempat usaha, 49 lokasi tersebut juga digunakan sebagai tempat tinggal. Penghuni merasa terintimidasi dan mengungsikan diri karena kebijakan pemutusan aliran listrik juga diiringi pendudukan sekelompok orang berseragam (aparat keamanan),” bunyi salah satu poin dalam surat.

Gerak juga menyebut bahwa kebijakan Pemkab Pati ini merugikan negara hingga Rp 1,47 miliar. Sebab para pelanggan yang diputus aliran listriknya otomatis tidak membayar biaya penggunaan listrik.

Tokoh lintas agama yang tergabung dalam Forum Organisasi Sosial Keagamaan (Forsika) Kabupaten Pati berkumpul di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pati, Rabu (20/10/2021). Mereka meliputi tokoh agama Islam, Kristen, Buddha, dan Hindu.

Forum yang dipimpin Ketua MUI Pati KH Mujib Sholeh ini berkumpul dalam rangka mendeklarasikan pernyataan sikap yang berlawanan dari sikap Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Kabupaten Pati.

KH Mujib Sholeh menegaskan bahwa kebijakan penutupan tempat prostitusi dan pemutusan aliran listrik di tempat karaoke sudah tepat.

“Kebijakan Pemkab ini tepat dan sesuai aspirasi masyarakat. Selain untuk memutus persebaran Covid-19 juga demi memberantas penyakit masyararakat,” ungkap dia.

KH Mujib bahkan mendorong pemerintah untuk menutup permanen tempat-tempat karaoke ilegal. Dia menyebut, berdasarkan pengetahuannya, dari 49 tempat karaoke yang diputus aliran listriknya, hanya 6 yang memiliki izin sebagai fasilitas hotel. Selebihnya ilegal.

“Keberadaan tempat karaoke ilegal tersebut menyebabkan munculnya praktik prostitusi, perdagangan manusia, juga peredaran miras dan narkoba. Ini secara moral maupun material sangat merugikan masyarakat,” tegasnya.

Ia juga menyebut, pihak-pihak yang menandatangani surat pengaduan Gerak adalah organisasi yang tidak terdaftar secara legal-formal. Ia meminta pihak berwenang menertibkan mereka.

“Pondok pesantren yang juga mendukung surat itu juga belum terdaftar dalam Emis Pondok Pesantren yang ada dalam Kapontren Kemenag Kabupaten Pati,” ucap KH Mujib.Pondok Pesantren Modiwongso yang berada di Desa Bermi Kecamatan Gembong tersebut didirikan oleh seseorang yang terkait dengan dunia hiburan malam di Pati.

“Itu adalah pondok yang didirikan oleh M, koordinator karaoke yang ada di Pati. Dia mendirikan pondok itu, yang diketuai oleh seorang mantan kepala desa. Kami terkejut dan sudah minta Kemenag untuk melacak dan membetulkan. Masa pondok pesantren mendukung karaoke? Kan amat sangat mahal (tidak masuk akal),” pungkasnya. (Er)

The post Buntut Penertiban Tempat Karaoke di Pati, Aliansi Tokoh Agama vs Aliansi LSM appeared first on Seputar Muria.