WARTAPHOTO.net. JUWANA. Dampak dari Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak terus disuarakan nelayan di Indonesia, tak terkecuali nelayan Juwana, Kabupaten Pati. Pasalnya, dampak yang dirasakan berimbas langsung pada perolehan pendapatan nelayan.
Salah satu nelayan Juwana, Fauzan Nur Rokhim mengatakan, adanya PP 85 tahun 2021 ini dirasa sangat memberatkan para nelayan, khususnya yang tertera pada Pasal 2 (4). Pasalnya, pada pasal tersebut terdapat penarikan praproduksi dan pascaproduksi.
“PP 85 tahun 2021 ini sangat memberatkan para nelayan. Kami mengalami dilema karena membayar PHP (Pungutan Hasil Perikanan –red) yang tinggi naik di atas 100 persen. Belum lagi biaya operasional berupa solar naik terus menerus. Jadi kapal pun mau berangkat ya dilema. Berangkat berat, tidak berangkat juga mematikan nelayan,” tuturnya, (14/10/2021).
Dirinya juga memberikan kalkulasi kerugian yang ditimbulkan akibat peraturan tersebut. “Pungutan Hasil Perikanan ini naiknya 100-400 persen. Pemerintah beralasan 10 tahun terakhir tidak pernah naik. Dan itu tidak benar. 10 tahun lalu kita bayar 30 juta. Kini targetnya 300-350 juta. Naiknya 10 kali lipat,” kata Fauzan.
Perbandingan perbekalan, masih kata Fauzan, termasuk solar dengan hasil menghabiskan minimal Rp1 Miliar untuk trip ke Papua.
“Hasilnya bisa Rp2 Miliar atau bahkan kurang. Dikurangi lagi dengan pajak dan berbagai potongan yang begitu banyak tinggal 500 juta. Itu dibagi dua. Iya kalau bisa menutup perbekalan, jalau nggak nutup perbekalan ya susah juga. Dapatnya malah utang bukan untung. Jadi, kami sementara terpaksa memilih tidak melaut dulu,” terangnya.
Kapal di Juwana sendiri ada sekitar 700-an unit, dengan ABK rata-rata 20 orang. Sehingga dikawatirkan puluhan ribu nelayan kehilangan pekerjaanya.
Fauzan menyebut jika dampak dari urung melautnya nelayan ini merembet ke berbagai sektor. “Yang terdampak tentunya pelaku perusahan perikanan, pemindang, pemanggangan ikan karena mereka akan kesulitan bahan. Juga berdampak ke sektor lain seperti tenaga kerja dan pertanian. Karena perbekalan nelayan juga dari sektor pertanian. Jadi, kami pertanyakan mengapa mengerluarkan kebijakan yang menyengsarakan seperti ini,” imbuhnya.
Dirinya berharap pemerintah lebih pro nelayan. “Di saat semua sektor dapat kelonggaran karena dampak Covid-19, tapi perikanan kok malah dicekik. Kami minta PP 85 Tahun 2021 ini ditinjau kembali, atau dibahas lagi agar lebih pro dengan nelayan. Jika tidak, kami akan lakukan konsolidasi nasional untuk aksi selanjutnya yang lebih besar,” tegasnya.
Kebijakan ini juga dikeluhkan oleh ABK Kapal. Salah satunya Susanto. “Sebelum pandemi penghasilan kami 2,5 juta sampai 3 juta, sekarang tinggal 1,5 juta. Pajak mahal, solar mahal, terus nelayan mau diapakan. Saya sebagai ABK ini harus bagaimana?,” keluhnya.
Reporter: Arton Editor: Revan Zaen