WARTAPHOTO.NET. PATI – Para anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kabupaten Pati memiliki semangat dan kreativitas tinggi untuk menghasilkan karya yang eksotis. Bahkan karya itu mampu menghasilkan rupiah.
Karya yang mereka hasilkan adalah batik ciprat. Bahkan, dalam ajang Pati Innovation Award 2021 kategori umum belum lama ini, batik itu mendapatkan penghargaan sebagai Juara 3.
Batik karya anggota PPDI ini mempunyai motif bintik-bintik yang abstrak, namun menarik untuk dipandang. Motif batik dihasilkan dari cipratan malam/lilin pada kain.
Ketua PPDI Pati Suratno mengatakan, dirinya dan rekan-rekannya mulai belajar membuat batik pada 2019 lalu. Mulanya, mereka belajar membatik tulis. Menggambar motif dengan mencanting.
Sementara pihaknya mulai pembuatan batik ciprat pada 2020 lalu. Pertimbangannya, sudah banyak produsen batik tulis di Pati. Sehingga, ia dan para anggota PPDI lainya ingin menghasilkan sesuatu yang beda.
“Akhirnya kami beralih ke ciprat, sebab setahu saya se-eks karesidenan Pati belum ada batik ciprat,” jelas dia, (3/8/2021).
Sejauh ini, lanjut dia, ada delapan orang anggota PPDI yang rutin membatik. Semuanya penyandang disabilitas tunadaksa.
“Kelebihan kami ialah tidak pakai kuas untuk menciprat. Kami pakai sabut kelapa dan akar alang-alang yang diikat,” kata Suratno.
Adapun proses pembuatan batik ciprat dimulai dengan membentangkan kain dengan rangka bambu. Kemudian malam atau lilin yang sudah dipanaskan di kompor diciprat-cipratkan menggunakan sabut kelapa dan akar alang-alang ke kain tersebut.
Setelah itu, kain didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan atau blok warna menggunakan spons.
“Setelah itu didiamkan lagi 15 menit, lalu dikunci menggunakan water glass dan didiamkan 24 jam. Selanjutnya dilorot (melunturkan lilin menggunakan air panas), dijemur, seterika, dan jadi,” jelas dia.
Seratno menjelaskan, dalam satu hari, ia dan rekan-rekannya bisa menghasilkan 5 sampai 10 lembar batik ciprat satu warna. Selain itu mereka juga membuat batik ciprat dua warna. Namun produksinya lebih lama, yakni 20 hari untuk membuat 10 lembar.
Menurutnya, batik ciprat dua warna memang lebih lama pengerjaanya karena ada dua kali proses.
“Kami juga buat kombinasi batik ciprat dan tulis. Itu lebih sulit dan lebih lama lagi karena kami harus mencanting dulu sebelum menciprat. Satu lembar kain bisa memakan waktu empat hari,” ujar dia.
Batik ciprat yang diproduksi PPDI Pati ini dilabeli “Difabel Pati Mandiri”, dengan harga jual Rp 150 ribu per potong untuk jenis satu warna. Sedang, jenis dua warna Rp 15 ribu per potong. Sementara untuk jenis kombinasi ciprat dan tulis dibanderol Rp 250 ribu per potong.
Suratno menambahkan, batik ciprat karya PPDI Pati ini sudah terjual hingga ke pembeli di Palembang, Jakarta, dan sejumlah daerah di Kalimantan.
Tak hanya kain lembaran, PPDI Pati juga memproduksi batik ciprat dalam bentuk sarung, baju, dan masker. Katalog batik dan informasi terkait pembelian bisa diakses di Instagram @difabelpatimandiri.
Reporter : Putra Editor : Revan Zaen
Artikel Batik Ciprat Karya Para Penyandang Disabilitas Tunadaksa Pati Ini Laris Manis hingga ke Luar Provinsi pertama kali tampil pada wartaphoto.net.