Terbitkan Telegram, Kapolri Larang Media Tampilkan Arogansi Polisi

pada Selasa, 06 April 2021
  • Berita Online

[caption id="attachment_207521" align="alignleft" width="880"] Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Istimewa/Humas Polri)[/caption] MURIANEWS, Jakarta – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram terkait dengan peliputan media massa di lingkungan Polri. Telegram itu, ditujukan kepada para Kapolda dan Kabid Humas jajaran tertanggal 5 April 2021 dengan Nomor: ST/750 / IV/ HUM/ 3.4.5/ 2021. Ada 11 poin yang diatur dalam telegram itu, salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Karena itu, media diimbau menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, tapi humanis. Baca: THR Dicicil, 10 Ribu Buruh Siap Gelar Aksi di 20 Provinsi 12 April Mendatang Peraturan itu dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Perkap Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 01/P/KPI/03/2012. Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono mengklaim, penerbitan surat telegram itu untuk memperbaiki kinerja Polri di daerah. "Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi seperti dikutip Suara.com, Selasa (6/4/2021). Baca: Viral Video Oknum Polwan Pati Kepergok Suami saat Bermesraan di Kamar Hotel Semarang Adapun poin dalam surat telegram tersebut adalah: 1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis. 2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. 3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian; 4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan. 5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual. 6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. 7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur. 8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku. 9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang. 10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten. 11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.   Penulis: Supriyadi Editor: Supriyadi Sumber: Suara.com